ARAB PERINGKAT 1
Jatim Korban Terbesar Trafficking 
SURABAYA - Data mencengangkan dibeber Migrant Care. Perhimpunan Indonesia untuk Buruh Migran Berdaulat itu mencatat, dalam sepekan ada lima tenaga kerja wanita (TKW) yang tewas di perantauan luar negeri sampai pertengahan 2008. Malaysia dan Arab Saudi menduduki peringkat tertinggi negara yang menjadi objek kekerasan terhadap buruh migran Indonesia.
"Jumlah sekian itu diperkirakan semakin bertambah karena Indonesia merupakan salah satu sending area buruh migran selain Filipina di Asean dan Asia Timur," terang Anis Hidayah, direktur eksekutif Migrant Care, dalam lokakarya pembentukan konvensi Asean mengenai pemberantasan perdagangan manusia (trafficking) di JW Marriott kemarin (28/10).
Anis menyebut bahwa buruh asal Jawa Timur dan Nusa Tenggara Barat paling banyak menjadi korban trafficking. Dengan iming-iming pekerjaan dan gaji besar, setiap tahun rata-rata 3-4 ribu perempuan diperdagangkan. Mereka dikirim ke luar negeri secara ilegal. Parahnya, beberapa di antaranya termasuk kelompok anak-anak.
"Berdasar laporan jejaring kami di daerah, arus trafficking di Jatim kebanyakan dari daerah kabupaten seperti Tulungangung, Jember, Blitar, Malang, sampai Ngawi," tutur Anis.
Dengan adanya konvensi pemberantasan trafficking Asean yang rencananya diratifikasi pada pertengahan Juli 2009, Anis berharap agar beberapa instansi terkait dapat menuntaskan rumusan draf konvensi.
Direktur Politik Keamanan Dirjen Departemen Luar Negeri untuk Kerja Sama Asean Ngurah Swajaya menekankan kesepahaman antarpenegak hukum dalam menangkal trafficking. "Lokakarya ini lanjutan dari kerja sama antarpenyidik imigrasi, polisi, maupun kejaksaan di Kuala Lumpur pada Juni 2008," jelas Ngurah.
Pihak imigrasi melalui R. Muchdor, direktur Penyidikan dan Penindakan Dirjen Imigrasi, menyatakan sudah memberlakukan dokumen perjalanan berbasis biometric (sidik jari). "Kebijakan ini dilakukan untuk mengantisipasi duplikasi perjalanan. Dengan sidik jari, sekalipun anak kembar, tetap dapat dibedakan," tegasnya.
Pernyataan senada dilontarkan penyidik Unit III PPA (Perlindungan Perempuan dan Anak) Bareskrim Polri Lili Mulyanti. "Sebisa-bisanya aparat penegak hukum di setiap pintu akses seperti pelabuhan dan bandara memperketat arus keluar masuk manusia," ujarnya. (sep)
salam damai

 
0 komentar:
Posting Komentar