28/04/09

PRT Indonesia Dibunuh di Bahrain

PRT Indonesia Dibunuh di Bahrain
detikNews
Gulf Daily News

Sitra - Lagi-lagi nasib naas menimpa TKW Indonesia di luar negeri. Kali ini, seorang pembantu rumah tangga (PRT) tewas secara mengenaskan di Bahrain. Wanita berumur 24 tahun itu dibunuh oleh seorang pria Bahrain.

Korban diidentifikasi bernama Ami Tursiya Takiyat. Demikian diungkapkan sumber-sumber seperti dilansir media Gulf Daily News, Rabu (24/9/2008).

Jasad Ami ditemukan di semak-semak di wilayah Sitra pada Senin, 22 September lalu. Tersangka pembunuh berhasil ditangkap polisi dalam 24 jam setelah jasad Ami ditemukan.

Tersangka pun mengakui telah membunuh korban dengan menusuk lehernya dengan pisau. Pria berusia 38 tahun itu mengklaim bahwa korban, yang merupakan pembantu saudara laki-lakinya, telah menghina dirinya. Dia pula yang menuntun polisi ke lokasi tempat dirinya membuang tubuh korban.

Korban diyakini baru bekerja di Bahrain selama 7 bulan. Kepolisian Bahrain sedang menyelidiki kasus ini. Tersangka akan segera diadili atas tuduhan pembunuhan.

Read more...

27/04/09

TKW Indonesia Dibakar, Dipaksa Makan Tinja Sendiri

TKW Indonesia Dibakar, Dipaksa Makan Tinja Sendiri
January 12, 2009
Putri Prameshwari

Demonstrators are expected to protest outside the Saudi Arabian Embassy in Central Jakarta today after details emerged over the weekend of the alleged shocking abuse of an Indonesian woman during her employment as a domestic worker in Medina last year.

In an open letter to the governments of Indonesia and Saudi Arabia, to be formally presented to the embassy on Jalan M.T. Haryono in Tebet, Human Rights Watch and the Indonesian Migrant Workers Union, or SBMI, detail the alleged abuse of Keni binti Carda by her employers, Khalida, a police officer, and Wafa al-Khuraifi, a doctor.

“The abuse allegedly inflicted by Wafa al-Khuraifi on Keni binti Carda includes repeated burning with an iron, forced ingestion of feces, psychological abuse and application of household cleaners to open wounds,” says the letter, obtained by the Jakarta Globe. “Mrs. al-Khuraifi also poked Keni’s tongue with a knife, pried her teeth loose and forced them down her throat, beat her own children when they tried to protest and threatened Keni with a grisly death if she tried to escape.”

In addition to the beatings and other physical abuse, Keni binti Carda says her employers made her work from 6 a.m. to 3 a.m. each day, physically trapped her in the house and forced her to leave Saudi Arabia before she could seek help from authorities, it says.

In October 2008, Keni alleges Wafa al-Khuraifi took her to the airport and threatened to have Saudi police imprison her if she reported the abuse. As she was wearing an abaya , which completely covered her, fellow travelers and airport officials did not observe her medical condition, the letter says.

“When she arrived in Jakarta, Indonesian officials took her directly to Sukanto Police Hospital, which has a special clinic for the numerous migrant women who return to Indonesia with injuries from abuse while working abroad,” the letter says.

Keni is currently receiving treatment for her extensive injuries. She has impaired vision in one eye, and her flesh is fused together in some places where al-Khuraifi allegedly burned her.

Jamaluddin, the coordinator for advocacy at the migrant workers’ association, said he found Keni in the hospital on Dec. 31. He was critical of the Indonesian government’s response to the alleged torture.

“This might just be the tip of the iceberg for Indonesians working in Saudi Arabia,” he said.

Jamaluddin said that there were around 1.5 million Indonesian migrant workers in Saudi Arabia, almost 80 percent of them women working as domestic servants.

The letter urges Saudi and Indonesian authorities to investigate the case, prosecute the abusers in accordance with international standards and provide financial compensation and appropriate support services to the victim.

The letter also elaborates long-standing concerns about migrant women’s access to the justice system and provided recommendations for key reforms.

“We recognize that both the Saudi and Indonesian governments have taken steps in recent years to begin addressing protection of migrant domestic workers, and we encourage further progress in this direction,” the letter says.

“We hope that both governments will use this opportunity, and the unacceptable abuse and mutilation of Keni binti Carda, to demonstrate that abuse of domestic workers will not be tolerated.”

The letter says that while many domestic workers enjoy satisfactory working conditions in Saudi Arabia, many others, like Keni, face a range of abuses. These include nonpayment of salaries, forced confinement by employers, excessive workloads and, in some instances, physical and sexual abuse. In such cases, migrant women face multiple barriers to seeking redress through the justice system.

“One reason is Saudi Arabia’s kafala [sponsorship] system, which ties migrant workers’ employment visas to their employers,” the letter says. “Under this system, an employer assumes responsibility for a hired migrant worker and must grant explicit permission before the worker can transfer employment or return home.”

The “kafala” system gives the employer immense control. Human Rights Watch has documented numerous cases where workers were unable to escape from abusive conditions because their employers denied them permission to leave the country.

Read more...

26/04/09

Hukum Arab Saudi, Ancaman Terbesar Buruh Migran

SUARA PEMBARUAN DAILY
Hukum Arab Saudi, Ancaman Terbesar Buruh Migran
SP/YC Kurniantoro

Sejumlah aktivis dari "Migrant Care" berunjuk rasa dengan aksi teatrikal di depan Kedutaan Besar Arab Saudi, di Jakarta, akhir tahun. Mereka mendesak Pemerintah Arab Saudi untuk memberikan amnesti kepada 40.000 buruh migran asal Indonesia tak berdokumen yang terancam dideportasi.

idak pernah terbayang di benak Wen (33), impian indah mengadu nasib di Arab Saudi justru membuahkan bencana. Alih-alih menangguk riyal, Wen justru dipulangkan ke Tanah Air dengan membawa luka fisik dan segudang aib. "Saya diperkosa oleh majikan sampai hamil dan melahirkan anak," tutur Wen, wanita asal Karawang, dengan suara bergetar menahan tangis.

Akibat perbuatan bejat sang majikan, Wen dijebloskan ke penjara Al-Malash, Riyadh. Ia dijatuhi hukuman penjara satu tahun dan cambuk 200 kali. "Dalam satu minggu, saya dikasih 50 cambukan," ungkap Wen, ketika menuturkan pengalaman pahitnya kepada SP, Kamis (6/3).

Dalam pemeriksaan, sang majikan memang akhirnya mengakui bersalah dan meminta maaf. Ia dijatuhi hukuman penjara selama tiga tahun. Tetapi, jerat hukum tetap tidak bisa dihindari. Hukuman Wen hanya diperingan. Sanksi penjara dan hukuman cambuk yang dijatuhkan dikurangi hingga separonya.

Istilah perkosaan tidak dikenal dalam hukum di Arab Saudi. Yang mereka kenal zina. Maka, meskipun ada pengakuan bersalah sekaligus permintaan maaf dari sang maji-kan, Wen tetap dianggap melakukan perzinaan.

Hukuman keras bagi para pelaku zina di Arab Saudi sudah sejak awal diketahui oleh Wen. Zina dimasukkan ke dalam kategori jarimah hudud, yakni pelanggaran terhadap hukum syara' yang sanksinya sudah ditetapkan dalam nash, baik Al Qur'an maupun hadis.

Persoalannya, Wen diperkosa oleh sang majikan. Musibah itu terjadi setelah Wen dibuat tak berdaya. Ketidakadilan ini dipicu fakta bahwa di dalam hukum fiqh tidak dikenal istilah perkosaan, tetapi dimasukkan dalam kategori zina.

"Saya tidak berzina! Saya diperkosa setelah dikasih obat tidur oleh majikan. Saya tidak tahu-menahu dengan apa yang ingin dilakukan majikan saya. Mengapa saya dihukum seperti orang yang sengaja berzina? Inilah hukum Arab Saudi yang sangat tidak adil," tegas Wen, dengan mata berkaca-kaca.

Dari pengamatan Wen, buruh migran Indonesia yang dihukum cambuk di penjara Al-Malash, Riyadh, rata-rata 120 orang per bulan.


Tanpa Pembekalan

Wen adalah salah satu dari buruh migran perempuan yang diberangkatkan ke perantauan tanpa dibekali pemahaman memadai mengenai budaya dan sistem hukum negara tujuan. Sementara Arab Saudi, yang memberlakukan sistem pidana berbeda dengan Indonesia, merupakan salah satu negara tujuan terbesar buruh migran asal Indonesia.

Menurut Depnakertrans, hingga pertengahan 2007 jumlah buruh migran Indonesia di Arab Saudi mencapai 980.000 orang, sebagian besar perempuan. Ironisnya, perlindungan bagi mereka kurang dipedulikan.

Ketua Badan Eksekutif Nasional Solidaritas Perempuan Salma Safitri Rahayaan sangat menyayangkan pemahaman tentang kultur dan sistem hukum Arab Saudi belum diberikan pemerintah kepada para calon buruh migran. "Kebanyakan pelatihan melulu soal keterampilan," ungkap Safitri.

Pembekalan tentang kultur Arab juga lebih cenderung pada pengajaran bahasa Arab sederhana. "Hukum dan budaya Arab tidak dijadikan materi secara khusus dalam pembekalan terhadap buruh migran," ujar dia.

Tingginya buruh migran perempuan yang dipenjarakan dan dijatuhi hukuman cambuk di Arab Saudi menunjukkan kegagalan pemerintah memberikan pemahaman tentang hukum dan budaya negara itu kepada calon buruh migran sebelum berangkat.


Tuduhan Sihir

Selain zina, banyak buruh migran Indonesia yang dijerat hukum atas tuduhan melakukan sihir. Jul (29), istri Mashudin alias Didin dari Desa Gebang Kulon, Cirebon, Jawa Barat misalnya, hingga kini masih mendekam dipenjara karena dituduh melakukan guna-guna atau sihir. Mengacu budaya di sebagian wilayah Indonesia, perempuan tidak diperbolehkan membuang kuku dan rambut sembarangan ketika sedang menstruasi. Tetapi, di Arab Saudi, budaya tersebut kerap menyebabkan buruh migran perempuan dikenai tuduhan sihir.

Jul divonis 10 tahun penjara dan cambuk 1.000 kali dengan tuduhan melakukan sihir. Tuduhan dijatuhkan hanya gara-gara Jul mengumpulkan rambutnya serta memberi jamu kepada sang majikan yang sakit dengan maksud untuk mengobati. Jamu berupa seduhan jahe dan gula merah itu sendiri sebetulnya dibuat atas permintaan sang majikan.

Berbagai upaya sudah dilakukan Didin agar istrinya bisa segera dibebaskan. Baik Dubes Arab Saudi di Jakarta hingga pejabat di Departemen Luar Negeri sudah ditemui. Tetapi, tidak ada hasil yang diperoleh hingga sekarang.

"Bapak Presiden, tolonglah agar istri saya bisa dipulangkan secepatnya," ungkap Didin. Kasus yang dialami Jul juga jadi bukti, bahwa calon buruh migran Indonesia perlu mengetahui hukum dan budaya Arab Saudi sebelum diberangkatkan. [SP/Elly Burhaini Faizal]

Read more...

25/04/09

TKW Indonesia Dihajar di Hadapan Menteri Tenaga Kerja

GILA...!!! TKW Indonesia Dihajar di Hadapan Menteri Tenaga Kerja

Benar-benar tindakan yang memalukan...
Hargailah nyawa dan hak hak manusia lain wahai para pejabat...
TKW adalah juga manusia...dan warga negara Indonesia...
yang juga menghasilkan devisa yg besar bagi negara...
mereka bekerja di luar negeri karena negara ini tidak mampu memberikan pekerjaan yang layak untuk dia dan keluarganya di sini, di negaranya sendiri, makanya dia merantau jadi TKW di luar negeri...
merekalah para pahlawan dan penunjang hidup keluarga...
So layaknya mereka harus dihargai, dihormati, dan dilindungi...
terutam oleh para pejabat dan mereka yang merasa menjadi pemimpin negara ini...



TKW Dihajar di Depan Menteri

JAKARTA, SENIN - Malang nian nasib sembilan wanita warga negara Indonesia (WNI) yang tengah mengais nafkah di Hongkong. Ketika mau mengadu ke Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans) Erman Suparno yang tengah berkunjung ke Hongkong, mereka malah digebuki. Ironisnya para pelaku pemukulan adalah petugas Konsulat Jenderal (Konjen) RI di Hongkong.

Akibat pemukulan itu, dua wanita dilarikan ke rumah sakit karena terluka cukup parah, sementara empat wanita lainnya mengalami memar-memar dan berdarah. Pemukulan itu disaksikan Menakertrans Erman Suparno yang berada di Gedung Queen Elizabeth, Hongkong, Minggu (7/9).

Duta Buruh Migran, Franky Sahilatua, saat dihubungi Warta Kota semalam mengatakan, pemukulan itu terjadi sekitar pukul 11.00 waktu Hongkong. Saat itu, puluhan tenaga kerja wanita (TKW) yang bekerja di Hongkong mengadakan pertemuan dengan Menakertrans. Beberapa TKW kemudian menggelar spanduk bertuliskan ”Stop Underpayment” (hentikan pembayaran upah di bawah standar) di depan menteri.

”Tiba-tiba saja, mereka langsung diseret dan dipukuli oleh petugas keamanan sampai luka-luka, padahal mereka hanya menggelar spanduk. Wajar dong, mereka mengutarakan aspirasi kepada menteri,” ujar penyanyi balada ini.

Franky menegaskan, pemukulan itu terjadi persis di depan Menakertrans. Anehnya, kata Franky, Pak Menteri hanya berdiam dan tidak bereaksi apa-apa. Petugas keamanan yang memukuli para TKW, jumlahnya lebih dari dua orang, juga berkewarganegaraan Indonesia. ”Mereka itu lebih sok berkuasa dibanding polisi Hongkong, mereka harus diberi sanksi tegas,” katanya.

Ia menyesalkan tindakan pemukulan petugas keamanan tersebut. Ia berharap Menakertrans lebih cerdas dalam memimpin, sehingga tidak terjadi peristiwa seperti ini. Dalam pertemuan itu, sejumlah pejabat Depnakertrans, dan DPRD Tingkat I Jawa Timur juga ikut serta. Namun tidak ada yang melerai pemukulan itu dan hanya membiarkannya. ”Sudah wanita, lagi puasa, belum digaji, dipukuli bangsa sendiri lagi, ini kan jahanam sekali,” tegasnya.

Hingga semalam, baru tiga TKW yang terluka yang diketahui namanya yakni Luluk, Ganis, dan Rudi. Organisasi yang peduli TKW, Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) akan melayangkan protes kepada Menakertrans dan Departemen Luar Negeri atas arogansi para petugas keamanan Konjen RI tersebut.

Ketika Warta Kota hendak minta tanggapan ke Departemen Luar Negeri (Deplu), telepon genggam Juru bicara Deplu Teuku Faizasyah tidak aktif.

Rp 4 juta

Menurut Franky, para TKW di Hongkong yang membentangkan spanduk berusaha mengutarakan aspirasi mereka bahwa masih ada TKW yang digaji di bawah standar upah yang ditentukan Pemerintah Hongkong. Mereka minta perhatian Pemerintah Indonesia untuk memperjuangkan hak mereka mendapatkan upah yang layak.

Upah minimum TKW di Hongkong adalah 3.450 dolar Hongkong per bulan. Namun sejumlah TKW mendapat upah sekitar 2.000 dolar Hongkong per bulannya. ”Itu pun banyak yang belum dibayarkan selama berbulan-bulan. Ada yang sejak pertama datang tidak menerima upah sedikit pun,” jelas Franky. Selain itu, sejumlah TKW menghadapi pemotongan gaji oleh Perusahan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI) dan agen-agen tenaga kerja.

Komisioner Komnas Anti-Kekerasan Terhadap Perempuan, Sri Wiyanti Eddyono, semalam, mengaku belum mendengar kabar tentang pemukulan TKW oleh aparat keamanan Konjen RI di Hongkong. Meski demikian, Sri Wiyanti menyesalkan tindakan kekerasan terhadap para TKW. ”Apa pun alasannya, upaya kekerasan bukan jalan yang terbaik, mengapa tidak melakukan dialog saja,” ujarnya.

Ia mengatakan, ekspresi para TKW dengan membentangkan spanduk merupakan pernyataan yang wajar. Mereka memang merasakan kepahitan nasib buruh migran. ”Kekerasan itu tindakan yang tidak bijaksana karena TKW sedang berada dalam keadaan tidak menguntungkan,” imbuhnya.

TKW Indonesia yang bekerja di Hongkong jumlahnya lebih dari 100.000 orang. Mereka, rata-rata, mendapatkan gaji sekitar 3.000 dolar Hongkong per bulan atau sekitar Rp 4 juta. Jumlah tersebut memang cukup fantastis bila dibandingkan gaji pembantu rumah tangga di Jakarta yang berkisar Rp 300.000 sampai Rp 500.000 per bulan.

Alasan para wanita itu menjadi TKW di Hongkong antara lain kemiskinan, perceraian, poligami, dan ditinggal mati oleh suami. Rata-rata dari mereka harus menghidupi anak, orangtua, serta keluarga yang miskin.

sumber: KOMPAS

Read more...

24/04/09

ARAB PERINGKAT 1

Jatim Korban Terbesar Trafficking

SURABAYA - Data mencengangkan dibeber Migrant Care. Perhimpunan Indonesia untuk Buruh Migran Berdaulat itu mencatat, dalam sepekan ada lima tenaga kerja wanita (TKW) yang tewas di perantauan luar negeri sampai pertengahan 2008. Malaysia dan Arab Saudi menduduki peringkat tertinggi negara yang menjadi objek kekerasan terhadap buruh migran Indonesia.

"Jumlah sekian itu diperkirakan semakin bertambah karena Indonesia merupakan salah satu sending area buruh migran selain Filipina di Asean dan Asia Timur," terang Anis Hidayah, direktur eksekutif Migrant Care, dalam lokakarya pembentukan konvensi Asean mengenai pemberantasan perdagangan manusia (trafficking) di JW Marriott kemarin (28/10).

Anis menyebut bahwa buruh asal Jawa Timur dan Nusa Tenggara Barat paling banyak menjadi korban trafficking. Dengan iming-iming pekerjaan dan gaji besar, setiap tahun rata-rata 3-4 ribu perempuan diperdagangkan. Mereka dikirim ke luar negeri secara ilegal. Parahnya, beberapa di antaranya termasuk kelompok anak-anak.

"Berdasar laporan jejaring kami di daerah, arus trafficking di Jatim kebanyakan dari daerah kabupaten seperti Tulungangung, Jember, Blitar, Malang, sampai Ngawi," tutur Anis.

Dengan adanya konvensi pemberantasan trafficking Asean yang rencananya diratifikasi pada pertengahan Juli 2009, Anis berharap agar beberapa instansi terkait dapat menuntaskan rumusan draf konvensi.

Direktur Politik Keamanan Dirjen Departemen Luar Negeri untuk Kerja Sama Asean Ngurah Swajaya menekankan kesepahaman antarpenegak hukum dalam menangkal trafficking. "Lokakarya ini lanjutan dari kerja sama antarpenyidik imigrasi, polisi, maupun kejaksaan di Kuala Lumpur pada Juni 2008," jelas Ngurah.

Pihak imigrasi melalui R. Muchdor, direktur Penyidikan dan Penindakan Dirjen Imigrasi, menyatakan sudah memberlakukan dokumen perjalanan berbasis biometric (sidik jari). "Kebijakan ini dilakukan untuk mengantisipasi duplikasi perjalanan. Dengan sidik jari, sekalipun anak kembar, tetap dapat dibedakan," tegasnya.

Pernyataan senada dilontarkan penyidik Unit III PPA (Perlindungan Perempuan dan Anak) Bareskrim Polri Lili Mulyanti. "Sebisa-bisanya aparat penegak hukum di setiap pintu akses seperti pelabuhan dan bandara memperketat arus keluar masuk manusia," ujarnya. (sep)

salam damai

Read more...

23/04/09

Kekerasan Pada TKW Indonesia di Malaysia

Satu Lagi Kekerasan Pada TKW Indonesia di Malaysia!!!

Kuala Lumpur
- Nasib naas lagi-lagi menimpa tenaga kerja wanita (TKW) Indonesia di Malaysia. Wanita muda itu diperkosa beramai-ramai saat sedang berjalan seorang diri di jalanan.

Peristiwa memilukan ini menimpa seorang wanita berusia 20-an tahun yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Kejadian itu terjadi di Bukit Dumbar, George Town, Malaysia.

Wanita yang dirahasiakan identitasnya itu dibawa masuk ke sebuah mobil dan dilarikan menuju ke suatu tempat. Selama dalam perjalanan, dia tak sadarkan diri sebab para penyerang telah membiusnya.

"Ketika dia terbangun beberapa jam kemudian, dia mendapati lima pria bertopeng berdiri dekat tubuhnya yang telanjang. Dia kemudian disuruh berpakaian. Salah seorang dari mereka membawa dia kembali ke tempat dia diculik," kata pejabat kepolisian setempat, Azam Abd Hamid.

"Korban selanjutnya membuat laporan ke kantor polisi Jelutong. Dia kemudian dikirim ke Rumah Sakit Penang dan hasil pemeriksaan membenarkan kalau dia diperkosa," imbuh Hamid seperti dilansir harian Malaysia, The Star, Jumat (12/9/2008).

Kasus ini kini dalam penyelidikan polisi.

sumber: forum Kompas

Read more...

  © Amanah Indonesia Powered by Forum Diskusi Indonesia 2009

Back to TOP